ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah ketentuan yang mengikat. Wajib. Dan sanksi bagi yang tidak menerapkan prinsip-prinsipnya juga tidak main-main: maksimal bisa dicabut ijin usahanya.
Dalam kaitan ini, PT. Sago Nauli telah mencapai satu langkah kemajuan untuk meraih sertifikat ISPO. Hasil penilaian usaha perkebunan (PUP) oleh instansi berwenang kabupaten Mandailing Natal menyatakan kebun PT. Sago Nauli memenuhi klasifikasi B atau kelas II. Itu artinya PT. Sago Nauli layak mengajukan permohonan pendaftaran sertifikasi ISPO.
Hasilnya, tanggal 07 September 2015, Komisi ISPO Kementerian Pertanian menerbitkan surat kepada Direktur Utama PT. Sago Nauli Nomor : 232/TU.200/E-ISPO/09/2015 perihal Pengajuan untuk Sertifikasi ISPO. Dalam surat tersebut dinyatakan, “Mengingat perusahaan Saudara telah memenuhi syarat untuk disertifikasi, selanjutnya Saudara dapat menghubungi dan menunjuk Lembaga Sertifikasi ISPO yang diinginkan untuk melakukan sertifikasi ISPO…”
Berbekal “surat sakti” dari Komisi ISPO Kementerian Pertanian tersebut, selanjutnya PT. Sago Nauli menggandeng lembaga sertifikasi Mutu Agung untuk melakukan tahapan lebih lanjut.
Harapannya, semua nanti berjalan mulus dan tidak ada temuan-temuan yang menghambat sertifikasi. Dengan demikian, semakin cepat pula PT. Sago Nauli meraih sertifikat ISPO.
Mungkin pertanyaannya adalah apa sih untungya menerapkan ISPO? Tentu saja menguntungkan karena prinsip-prinsip ISPO merujuk pada 3 (tiga) hal besar ini: kelestarian alam, kesejahteraan sosial dan keuntungan ekonomis.
Makanya untuk bisa meraih sertifikat, sebuah perusahaan perkebunan harus memenuhi 7 (tujuh) prinsip berikut (copas dari www.mediaperkebunan.net):
1. Sistem Perizinan dan Manajemen Perkebunan
Menyangkut perizinan dan sertifikat, pengelola perkebunan harus memperoleh perizinan serta sertifikat tanah dari pejabat yang berwenang kecuali kebun-kebun konversi hak barat (erfpahct). Perizinan meliputi IUP, IUP-B, IUP-P, SPUP, ITUP, Izin/Persetujuan Prinsip.
2. Penerapan Pedoman Teknis Budidaya dan Pengolahan Kelapa Sawit.
Untuk pedoman teknis budidaya, pembukaan lahan memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, konservasi terhadap sumber dan kualitas air. Perkebunan dalam menghasilkan benih unggul bermutu harus mengacu kepada Peraturan perundangundangan yang berlaku dan baku teknis perbenihan.
3. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan
Pengelola perkebunan yang memiliki pabrik harus melaksanakan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengelola perkebunan harus melaksanakan kewajibannya terkait AMDAL, UKL dan UPL sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pengelola perkebunan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Pengelola perkebunan harus menjaga dan melestarikan keaneka ragaman hayati pada areal yang dikelola sesuai dengan ijin usaha perkebunannya.
4. Tanggung Jawab Terhadap Pekerja
Pengelola perkebunan wajib memiliki sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), Pengelola perkebunan harus memperhatikan kesejahteraan pekerja dan meningkatkan kemampuannya. Pengelola perkebunan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah umur dan melakukan diskriminasi. Pengelola perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya serikat pekerja dalam rangka memperjuangkan hak-hak karyawan/buruh. Perusahaan mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja.
5. Tanggung Jawab Sosial dan Komunitas
Pengelola perkebunan harus memiliki komitmen sosial, kemasyarakatan dan Pengembangan potensi kearifan lokal. Dalam hal ini ada dua indikator, pertama, tersedia komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat setempat. Kedua, tersedia rekaman realisasi komitmen tanggung jawab sosial dan lingkungan kemasyarakatan.
6. Pemberdayaan Kegiatan Ekonomi Masyarakat
Pengelola perkebunan memprioritaskan untuk memberi peluang pembelian atau pengadaan barang dan jasa kepada masyarakat di sekitar kebun. Tersedia Rekaman transaksi lokal termasuk pembelian lokal, penggunaan kontraktor lokal, dll menjadi indikatornya.
7. Peningkatan Usaha Secara Berkelanjutan
Pengelola perkebunan dan pabrik harus terus menerus meningkatkan kinerja (sosial, ekonomi dan lingkungan) dengan mengembangkan dan mengimplementasikan rencana aksi yang mendukung peningkatan produksi berkelanjutan. Tersedia rekaman hasil penerapan perbaikan/peningkatan yang dilakukan merupakan indikatornya.
(Mustawa)